Home / Politik / Apakah “Geng Solo” Menunggangi Demonstrasi?

Apakah “Geng Solo” Menunggangi Demonstrasi?

Demonstrasi besar yang mengguncang kota-kota Indonesia beberapa hari terakhir menyisakan pertanyaan yang lebih dalam, siapa sebenarnya yang diuntungkan dari kekacauan ini? Di tengah gas air mata, kantor polisi terbakar, dan rakyat yang menjadi korban, muncul satu narasi yang tak bisa diabaikan: Geng Solo, julukan bagi jejaring kekuasaan keluarga Jokowi, dituding memainkan peran terselubung.

Bukan rahasia, sejak era Jokowi, mesin buzzer dan influencer bekerja sistematis membentuk opini publik. Laporan akademik internasional, termasuk riset Oxford pada 2019, menegaskan bahwa Indonesia termasuk negara dengan industri buzzer politik paling aktif di dunia. Narasi dibangun, framing dijalankan, dan persepsi massa diarahkan sesuai kebutuhan politik.

Kini, ketika Prabowo tampil keras dengan instruksi “tindak tegas” pada demonstran, Gibran justru muncul sebagai sosok muda yang merakyat. Ia mengunjungi korban di rumah sakit, merangkul ojol, dan membangun citra bahwa dirinya peduli. Kontras ini terlalu mencolok untuk disebut kebetulan. Apalagi di saat bersamaan, akun-akun buzzer menggaungkan narasi bahwa “pemerintah tidak sepenuhnya represif, masih ada pemimpin muda yang dekat dengan rakyat.”

Apakah ini berarti keluarga Jokowi mendalangi demonstrasi? Belum tentu. Tetapi menungganginya? Itu kemungkinan besar. Pola ini mirip strategi klasik: biarkan situasi chaos menggerus citra lawan politik, lalu tampilkan tokoh lain sebagai penyelamat. Jika narasi berhasil, Gibran akan keluar dengan citra lebih bersih, sementara Prabowo terbebani stigma otoriter.

Rakyat harus waspada. Bukan hanya pada aparat yang menembakkan gas air mata, tetapi juga pada perang opini yang diam-diam mengatur arah emosi publik. Sebab, dalam politik Indonesia, sering kali yang terlihat di jalan hanyalah panggung, sementara dalang sebenarnya duduk nyaman di belakang layar.

Slot Iklan