>>>
Hubungan antara Aqidah dan Akhlak dalam Islam

>


Aqidah Menurut bahasa, kata Aqidah berasal dari bahasa Arab yang berakar dari kata ‘aqadaya’qidu-‘aqdan-‘aqidatan. ‘Aqdan berarti simpulan, ikatan perjanjian dan kokoh, setelah terbentuk menjadi aqidah berarti keyakinan (Sinaga, dkk, 2017). Menurut Haroen, aqidah yang berasal dari ‘aqada berarti mengikat, membuhul, menyimpulkan, mengokohkan atau menjanjikan. Pengertian ini juga diperkuat oleh Yunahar Ilyas, beliau menyatakan bahwa aqidah adalah keyakinan yang tersimpul kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian (Imran, 2017). Dari beberapa pendapat di atas, maka aqidah adalah keyakinan yang dianut oleh setiap manusia terhadap sesuatu hal yang menjadi dasar aktivitas dan pandangan hidupnya. Aqidah Islam adalah sesuatu yang bersifat tauqifi, artinya suatu ajaran yang hanya dapat ditetapkan dengan adanya dalil dari Allah dan Rasul-Nya. Maka, sumber ajaran aqidah Islam adalah terbatas pada Al-Quran dan Sunnah saja. Karena, tidak ada yang lebih tahu tentang Allah kecuali Allah itu sendiri, dan tidak ada yang lebih tahu tentang Allah, setelah Allah sendiri, kecuali Rasulullah SAW. Namun, sebagian ulama menambahkan ijma’ sebagai sumber ajaran Islam ketiga setelah Al-Quran dan Sunnah. Penjelasan dari sumber-sumber aqidah akhlak yaitu sebagai berikut: a. Al-Quran Menurut bahasa Al-Quran memiliki arti bacaan. Menurut istilah Al-Quran adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara lisan, makna, dan gaya bahasa (ushlub) yang termaktub dalam mushaf yang dinukil darinya secara mutawatir (Amudidin, dkk, 2006). Al-Quran adalah kalam Allah yang hakiki, diturunkan kepada Rasulullah dari Lauh Mahfuz melalui malaikat Jibril dengan proses wahyu, yang berfungsi sebagai pedoman bagi umat manusia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengertian Al-Quran adalah perkataan (kalam) Allah yang hakiki, diturunkan kepada Rasulullah SAW dengan proses wahyu, membacanya termasuk ibadah, disampaikan kepada kita dengan jalan mutawatir (jumlah orang yang banyak dan tidak mungkin bersepakat untuk berbohong), dan terjaga dari penyimpangan, perubahan, penambahan dan pengurangan. b. Sunnah Sunnah menurut bahasa Arab, adalah ath-thariqah, yang berarti metode, kebiasaan, perjalanan hidup, atau perilaku. Kata tersebut berasal dari kata as-sunan yang bersinonim dengan ath-thariq (yang berarti jalan). Mengikuti sunnah berarti mengikuti cara Rasullulah bersikap, bertindak, berfikir dan memutuskan (Amudidin, dkk, 2006). Sunnah (sering disebut juga dengan Hadits), merupakan segala tingkah laku Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan (taqrir). Sunnah merupakan sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Quran. Allah SWT telah mewajibkan untuk menaati hukum-hukum dan perbuatan-perbuatan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. c. Ijma’ Ijma’ dalam pengertian bahasa yaitu upaya (tekad) terhadap sesuatu. Sedangkan menurut istilah, ijma’ berarti sumber aqidah yang berasal dari kesepakatan para mujtahid umat Muhammad SAW setelah beliau wafat, tentang urusan pada suatu masa (Rohman, et.al., 2007). Mereka bukanlah orang yang sekedar tahu tentang masalah ilmu tetapi juga memahami dan mengamalkan ilmu.

Baca Juga :  Mengapa Tidak Seperti Anjing dan Monyet?

Akhlak Kata Akhlak (akhlaq) berasal dari bahasa arab, merupakan bentuk jama’ dari “khuluq” yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Kata tersebut mengandung persegi persesuaian dengan kata “khalq” yang berarti kejadian (Supadie dan Sarjuni, 2012). Ibnu ‘Athir dalam Didiek, menjelaskan bahwa khuluq itu artinya gambaran batin manusia yang sebenarnya (yaitu jiwa dan sifat-sifat bathiniah), sedang khalq merupakan gambaran bentuk jasmaninya (raut muka, warna kulit, tinggi rendah badan, dan lain sebagainya) (Supadie, 2015). Maka akhlak bisa dikatakan sistem etika yang menggambarkan dan tujuan yang hendak dicapai agama. Kata khulq merupakan bentuk tunggal dari akhlak, tercantum dalam Al-Quran surah Al-Qalam ayat 4: “Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas budi pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalam: 4) Secara terminologi terdapat beberapa definisi akhlak yang dikemukakan para ahli, diantaranya Ahmad Amin mendefinisikan akhlak sebagai kehendak yang dibiasakan (Amin, 2005). Hal ini sejalan dengan pengertian akhlak yang diungkapkan oleh Imam Al-Ghazali yang mendefinisikan akhlak sebagai sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatanperbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (al-Ghazali, Tth). Kemudian dipertegas lagi Ibnu Miskawih, beliau menyatakan bahwa akhlak merupakan suatu hal atau situasi kejiwaan yang mendorong seseorang melakukan suatu perbuatan dengan senang tanpa berfikir dan perencanaan (Maskawaih, tth).

Hubungan Aqidah dengan Akhlak Aqidah adalah gudang akhlak yang kokoh. Ia mampu menciptakan kesadaran diri bagi manusia untuk berpegang teguh kepada norma dan nilai-nilai akhlak yang luhur. Akhlak mendapatkan perhatian istimewa dalam aqidah Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” (HR. Ahmad dan al-Baihaqi). Islam menggabungkan antara agama yang hak dan akhlak. Menurut teori ini, agama menganjurkan setiap individu untuk berakhlak mulia dan menjadikannya sebagai kewajiban (taklif) di atas pundaknya yang dapat mendatangkan pahala atau siksa baginya. Atas dasar ini agama tidak mengutarakan akhlak semata tanpa dibebani rasa tanggung jawab. Bahkan agama menganggap akhlak sebagai penyempurna ajaran-ajarannya karena agama tersusun dari keyakinan (aqidah) dan perilaku. Oleh karena itu akhlak dalam pandangan Islam harus berpijak pada keimanan. Iman tidak cukup hanya disimpan dalam hati, namun harus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk akhlak yang baik. Dengan kata lain bahwa untuk mempergunakan dan menjalankan bagian aqidah dan ibadah, perlu pula berpegang kuat dan teguh dalam mewujudkan bagian lain yang disebut dengan bagian akhlak. Sejarah risalah ketuhanan dalam seluruh prosesnya telah membuktikan bahwa kebahagiaan di segenap lapangan kehidupan hanya diperoleh dengan menempuh budi pekerti (berakhlak mulia). Hasbi Ash Shiddieqy di dalam bukunya Al Islam mengatakan bahwa kepercayaan dan Budi pekerti dalam pandangan Al-Quran hampir dihukum satu, dihukum setaraf, sederajat. Lantaran demikianlah Tuhan mencurahkan kehormatan kepada akhlak dan membesarkan kedudukannya. Bahkan Allah memerintahkan seorang muslim memelihara akhlaknya dengan kata-kata perintah yang pasti, terang, dan jelas. Para muslim tidak dibenarkan sedikit juga menyia-nyiakan akhlaknya, bahkan tak boleh memudah-mudahkannya (Shiddieqy, tth). Aqidah tanpa akhlak adalah seumpama sebatang pohon yang tidak dapat dijadikan tempat berlindung di saat kepanasan dan tidak pula ada buahnya yang dapat dipetik. Sebaliknya akhlak tanpa aqidah hanya merupakan layang-layang bagi benda yang tidak tetap, yang selalu bergerak. Oleh karena itu Islam memberikan perhatian yang serius terhadap pendidikan akhlak. Rasulullah SAW menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang terletak pada kesempurnaan dan kebaikan akhlaknya. Sabda beliau: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah mereka yang paling bagus akhlaknya”. (HR. Muslim) Dengan demikian, untuk melihat kuat atau lemahnya iman dapat diketahui melalui tingkah laku (akhlak) seseorang, karena tingkah laku tersebut merupakan perwujudan dari imannya yang ada di dalam hati. Jika perbuatannya baik, pertanda ia mempunyai iman yang kuat; dan jika perbuatan buruk, maka dapat dikatakan ia mempunyai iman yang lemah. Dengan kata lain bahwa iman yang kuat mewujudkan akhlak yang baik dan mulia, sedang iman yang lemah mewujudkan akhlak yang jahat dan buruk. Nabi Muhammad SAW telah menjelaskan bahwa iman yang kuat itu akan melahirkan perangai yang mulia dan rusaknya akhlak berpangkal dari lemahnya iman. Orang yang berperangai tidak baik dikatakan oleh Nabi sebagi orang yang kehilangan iman. Beliau bersabda: ”Malu dan iman itu keduanya bergandengan, jika hilang salah satunya, maka hilang pula yang lain”. (HR. Hakim)

Baca Juga :  Tarekat dan Sufi?

Referensi 

Abdullah, Y. (2007). Studi Akhlak dalam Persepektif Al-Quran. Jakarta: Amzah Al-Ghazali, I. (tth). Ihya’ ‘Ulum ad-Din. Beirut: Dar Ihya’ al-Kutub al-Islamiyah. Alim, M. (2006). Pendidikan Agama Islam. Bandung: P.T. Remaja Rosda Karya. Amin, A. (2005). Etika (Ilmu Akhlak). Jakarta: Bulan Bintang. Amudidin, dkk. (2006). Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Graha Ilmu. Anwar, R. (2008). Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia. Ash-Shiddieqy, H. (tth). Al Islam. Beirut: Dar Ihya’ al-Kutub al-Islamiyah

Slot Iklan

Ingin mengekspresikan diri dan berpotensi mendapatkan penghasilan?
Yuk jadi penulis di rakyat filsafat. Setiap bulannya akan ada 3 orang beruntung yang akan mendapatkan Hadiah dari Rakyat Filsafat!

Ingin memiliki portal berita yang responsif, dinamis serta design bagus? atau ingin memiliki website untuk pribadi/perusahaan/organisasi dll dengan harga bersahabat dan kualitas dijamin dengan garansi? hubungi kami disini!

Iklan

Klik Gambar Untuk Mengunjungi Warung Anak Desa

Terbaru

Filsafat

E-Book

Rakyat Filsafat adalah komunitas yang bergerak dalam bidang literasi serta bercita-cita menaikkan angka literasi indonesia

Pintasan Arsip

Pasang Iklan

Tertarik Mulai Menulis di RAKYAT FILSAFAT?