Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Dunia pernah mengalami kehancuran global di era Nabi Nuh. Disitulah dunia diawali lagi. Membangun kehidupan dari awal. Meniti sesuatu dari awal kembali. Kehancuran memunculkan harapan baru.
Rasulullah saw selalu menghadapi kehidupan yang baru. Dari tinggal di pedalaman, lalu tinggal di kota Mekah. Dari seorang yang dilindungi keluarganya, harus berjuang sendiri menghadapi kehidupannya. Dari seorang pengembala menjadi seorang pedagang.
Menikah dengan wanita terbaik di zamannya. Mengarungi bahtera indah dengan Siti Khadijah. Tiba-tiba Rasulullah saw ditinggalkan dengan kewafatannya. Bagaimana harus memulai perjalanan mahliga keluarga baru? Keluarga yang baru harus dirajutnya kembali.
Setelah 50 tahun hidup di Mekah. Rasulullah saw harus menghadapi kehidupan baru, yaitu berhijrah ke Madinah. Menjalani kehidupan tanpa ada ikatan kesukuan dan kabilah menjadi ikatan iman dan tujuan. Kehidupan yang baru. Tempaan yang baru. Itulah perjalanan para pejuang.
Nabi Yusuf terbiasa menghadapi kehidupan yang selalu baru. Dari seorang anak yang sangat disayangi orang tuanya. Tiba-tiba hidup sendirian di padang pasir. Tiba-tiba menjadi budak. Tiba-tiba masuk penjara. Tiba-tiba menjadi pembesar kerajaan. Pergolakan hidup akan terus menerjang manusia pilihan.
Nabi Adam dari tinggal di Surga. Lalu diturunkan ke bumi. Dari hidup yang semuanya sudah tersedia, sekarang harus menanam, berjuang dan menunggu hasil yang cukup lama. Berawal hidup bersama Hawa. Lalu, dipisahkan selama ratusan tahun. Lalu berkumpul kembali.
Hidup penuh dinamika. Hidup penuh dengan perubahan dan pergolakan yang silih berganti. Tak ada titik yang aman, nyaman dan stabil. Setiap saat berguliran terus terjadi. Siapakah? Mampukah? Hanya mengandalkan Allah saja. Hanya memohon rahmat Allah saja. Itu saja solusinya.