membacalah seperti hatta
Melawanlah seperti Tan Malaka
Sebagian orang bertanya, apakah E-learning USU app (aplikasi e-learning usu) itu adalah aplikasi resmi terbitan USU? Apakah aplikasi tersebut aman dari virus? Apakah aplikasi tersebut bajakan? Apakah, apakah, apakah dan masih banyak apakah lagi. Saya selaku pembuat aplikasi sebenarnya ingin menjawab itu, tapi saya rasa belum saatnya. Karna masih banyak hal yang jauh lebih urgent untuk dibahas daripada aplikasi tersebut. Yang pasti aplikasi tersebut aman dari virus dan mempermudah mahasiswa usu untuk mengaksesnya. Karena kalau mengakses dari browser sering nge-bug. Biasanya bug-nya berupa layar diam, dan layar putih (screen hang).
Sekarang kita masuk ke pembahasan utama
Saya akan coba jabarkan dari maksud judul tulisan ini. Begini, USU telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Wakil Rektor bidang Akademik dan Kemahasiswaan no.3873/UN.5.R1/SPB/2020 tentang pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan penyelesaian tugas akhir mahasiswa dalam rangka kewaspadaan dan pencegahan penyebaran infeksi corona virus disease (COVID 19) di lingkungan Universitas Sumatera Utara. SE tersebut merupakan turunan dari SE Rektor USU No.3195/UN5.1.R./KPM/2020 yang isinya tentang himbauan mengenai penyebaran COVID 19 di lingkungan USU.
Download SE Wakil Rektor B.Akademik & kemahasiswaan No.3873/UN.5.R1/SPB/2020 disini
Saya pribadi sebagai penulis disini sangat menyoroti Huruf A sub A.1. Disitu terdapat 7 poin (a-g). Sebelum saya lanjut lebih jauh, silahkan anda download dulu SE Wakil Rektor diatas. Klik saja link tersebut. Setelah selesai, silahkan anda baca dan resapi Poin a-g sub A.1 huruf A. Dipoin a-c tersebut, pihak Rektorat menyatakan dan mengaminkan Tenaga pengajar atau dosen untuk melakukan proses kegiatan belajar mengajar (perkuliahan) menggunakan media selain E-learning USU. Bahkan membolehkan tenaga pengajar untuk memberikan Materi via streaming atau viewing Youtube, zoom, dll dan dibarengi dengan Komunikasi melalui E-mail, dll. For all info, Mengakses youtube atau zoom itu memerlukan jaringan yang kuat dan memakan kuota internet yang besar.
Pada poin d dikatan Pengajar harus memperhatikan dan mempertimbangkan kemudahan mengakses media pembelajaran baik secara ekonomi dan secara geografi. Lalu poin e dikatakan mahasiswa wajib melaksanakannya secara aman, mengutamakan akses internet pribadi dan menghindari restoran/cafe untuk mengakses internet.
MARI KITA KULITI POIN-POIN DIATAS
Poin a-c, menunjukkan ketidak konsistenan dan ke-ambiguan pihak rektorat. Disitu pihak rektorat tidak berani menyatakan dengan tegas media apa yang akan kita gunakan selama proses kegiatan kuliah daring. Dan parahnya pihak rektorat seolah Bertelanjang Bugil sambil menari-nari diatas penderitaan Mahasiswa dengan Ke-cerdasan nya dan dengan kebijaksanaan nya membolehkan atau terkesan menyarankan dosen untuk memberikan materi via streaming dan/atau viewing via youtube atau via platform video lainnya. Lalu dibarengi pula dengan media komunikasi E-mail, atau forum diskusi online “SESUAI PREFENSI DOSEN”. Begini bapak/ibu pihak Rektorat, atau terkhusus bapak rektor yang terhormat bapak Profesor runtung sitepu, Untuk mengakses Youtube atau platform video yg lain dan apalgi dengan dibarengi forum diskusi online itu membutuhkan Kecepatan dan Kuota internet yang sangat besar, dan bapak kan tau, mahasiswa bukan Cuma mengambil 1 atau 2 mata kuliah. Saya pribadi mengambil 7 mata kuliah dengan bobot 20 sks, mungkin teman-teman mahasiswa yang lain ada yg ambil 8 atau lebih mata kuliah dengan bobot 22-24 sks, bapak bayangkan dan resapi jika seluruh mata kuliah menerapkan metode belajar menggunakan platform video. Butuh berapa banyak kuota yang akan digunakan? Lalu bagaimana dengan mahasiswa yang sedang dikampung, yang kecepatan internet dikampungnya tidak memadai untuk mengakses platform video yang dimaksud?
Saya beranggapan Mungkin ada sebagian orang oknum mahasiswa dan pegawai usu akan mencela, “inikan masa kuliah, ngapain kamu pulang kampung” “kamu punya hp, masak ga sanggup beli kuota” “telponan saya pacar bisa, masak untuk belajar saja hitungan”. Berangkat dari asumsi saya di paragraph ini, saya akan menepis celaan tersebut. Begini, saya tau ini masa kuliah, tapi pernakah anda berfikir bahwasannya Mahasiswa perantauan (nge-kost) itu biasa hidup dengan makan diluar alias tidak masak sendiri apalagi dimasakin orang tua. Dan terkadang anak kost itu makan dari acara pertemuan-pertemuan yang diadakan berbagai organisasi dan atau dari teman ke teman saling berbagi. Karna tidak semua anak kost itu seperti yang anda pikirkan, terkadang buat makan 2 kali sehari saja tidak cukup . apalagi jika dipaksakan untuk tetap di kota medan, pengeluaran untuk makan pastilah akan bertambah, belum lagi harus membeli makanan diluar dan itu malah akan menjadi potensi untuk Terkena atau tertular virus Corona. Selanjutnya mengenai mahasiswa yang mulai terasa berat mengenai Kuota, sekali lagi saya katakan, tidak semua mahasiswa status ekonominya seberuntung anda. Saya pribadi membeli kuota perbulan maksimal 10GB, anda bayangkan jika semua dosen menggunakan metode streaming atau viewing youtube dan atau platform video lainnya, bisa menghabiskan berapa banyak kuota internet?. Untuk asumsi yg ketiga, saya tidak mau tanggapin ah, menurut saya pernyataan seperti itu sangat tidak berfaedah untuk ditanggapi.
Baca : Soal Aqidah pada corona
Sekarang mari kita telanjangi poin D. Disitu dikatakan dosen harus mempertimbangkan status ekonomi dan geografi mahasiswa. Mari kita kuliti frasa “ekonomi”, Artinya apa? Rektorat sudah tahu bahwasannya ada beberapa mahasiswa yang jika dilihat dalam perspektif kondisi ekonomi dia tidak cukup mampu untuk membeli kuota dalam jumlah banyak. Lalu, mengapa pihak rektorat seakan ambigu mengeluarkan kebijakan? Kenapa tidak dibuat saja kebijakan mengenai media yang digunakan dalam proses belajar mengajar hanya satu, yaitu E-Learning USU. Buat kebijakan yang konkret dong pihak rektorat. Jangan abstrak seperti ini. Karna jika aturan yang berlaku demikian sebagaimana tertuang di SE WR1, dosen akan sesukanya membuat mekanisme perkuliahan. Saya sarani buat kebijakan perkuliahan dilakukan hanya menggunakan 1 metode, yaitu E-Learning USU. Karna saya lihat di laman www.usu.ac.idtepat dilaman muka terpampang bahwasannya Provider indosat dan telkomsel memberikan kuota gratis 30GB untuk mengakses E-learning USU. Bangga toh Pak rektor usu dapat Sokongan Kuota tersebut? Saya sih bangga, karna ga semua kampus dapat sokongan seperti apa yang kita dapatkan saat ini. Maka dari itu saya sarankan Pak Rektor buat kebijakan Perkuliahan 1 mekanisme, yaitu via E-learning USU. Atau jika bapak tidak sepakat dengan saran saya, ya buat kebijakan seperti UNIMED, UMSU, UMN AL-WASHLIYAH dll. Mereka memberikan subsidi kuota internet kepada mahasiswa nya dengan berbagai metode. Ada yang transfer langsung ke rekening mahasiswa, ada yang dipotong nantinya dari Uang SPP kuliah nya dll. Masak USU ga buat kebijakan seperti itu pak? Kita ini salah satu wajah Perguruan Tinggi di Sumatera Utara loh pak, bahkan pulau Sumatera.
Sekarang kita tinggalkan frasa “ekonomi”, sekarang mari kita kuliti frasa “geografi”. Mungkin saya gak perlu jelaskan Secara komprehensif mengenai geografi ini, inti dari frasa tersebut menurut saya adalah Pihak Rektorat juga mengetahui bahwasannya banyak mahasiswa yang dari kampunng sedang mudik alias sedang pulang kampung. Dan beberapa atau banyak mahasiswa yang dikampungnya sinyal itu tidak bagus atau bahkan sangat tidak bagus, sehingga tidak mungkin untuk mengakses platform video. Lagi dan lagi, alhasil pihak rektorat kembali ter”telanjangi” dengan keambiguannya sendiri. Kalau rektorat sudah tahu banyak mahasiswa pulang kampung dan dikampungnya jaringan internet tidak bagus, kenapa tidak menerapkan kebijakan satu pintu? Terapkan dong kebijakan perkuliahan daring hanya dilaksanakan via E-learning USU. Jika itu diterapkan, saya yakin dan saya garansi tidak ada mahasiswa yang kesusahan atau terbebani dengan kuliah daring ini. Dan tidak ada riak-riak air yang meminta Rektorat memberikan subsidi Kuota Internet, kan E-learning USU sudah di fasilitasi aksesnya oleh Indosat dan Telkomsel. Jadi uang atau asset atau harta milik USU tidak berkurang. Bagaimana pak Rektor? Bukankah ini merupakan WIN-WIN SOLUTION?. Jika masukan saya tidak terima, ya saya pribadi bersikukuh untuk meminta PIHAK REKTORAT MEMBERIKAN SUBSIDI KUOTA INTERNET KEPADA SELURUH MAHASISWA. Dan jika Surat Edaran No. 3873/UN.5.R1/SPB/2020 tidak segera dirubah, maka saya pribadi akan Beranggapan Pihak rektorat tidak mengerti substansi Surat Edaran tersebut, karna Huruf A Sub A1 poin A-C itu bertentangan dengan Poin D nya. Wong sudah jelas Point-point didalam Surat Edaran tersebut Rancu atau Tidak ada kepastian Hukum didalamnya.
MARI MENALAR JALAN PIKIR PAK REKTOR
Beberapa hari yang lalu saya dapat informasi ada berbagai aliansi mahasiswa bahkan aliansi PEMA sekawasan USU menyatakan pendapat bahwasannya Rektorat harus memberi subsidi kuota internet Mahasiswa dan Dosen dan pihak Rektorat memberikan Pemotongan UKT dikarenakan selama kuliah dilakukan dari rumah, fasilitas kampus tidak terpakai. Sehingga sebagai gantinya mereka meminta untuk dilakukan pemotongan UKT. Oh iya, mereka juga punya data dari hasil survey mandiri yang mereka buat loh. Informasinya Data yang mereka pegang sudah ada 1000 lebih responden. Yang semuanya meminta bahwasannya pihak rektorat untuk memikirkan untuk menerapkan kebijakan subsidi Kuota Internet. Dan lagi-lagi, informasinya sudah ada yang menyampaikan pendapatnya secara daring ke pihak rektorat, tapi sampai sekarang Respon dari pihak Rektorat juga tidak ada. Tapi saya disini mencoba untuk Positive Thingking, mungkin pihak Rektorat sedang membahasnya di internal USU, baik SA, MWA dan Rektorat .
MAAF TEMAN-TEMAN, TULISAN SAYA INI TERPAKSA DIHENTIKAN DIKARENAKAN REKTORAT TELAH MENGELUARKAN KEBIJAKAN BERUPA PEMBERIAN SUBSIDI KUOTA INTERNET KEPADA MAHASISWA REGULER.