Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Mata selalu memandang keluar. Telinga selalu mendengarkan suara dari luar. Informasi dan data yang masuk teramat deras. Seluruh permukaan kulit mendeteksi segala hal yang datangnya dari luar. Inilah yang membuat manusia melupakan dirinya. Merasa dirinya tidak ada. Yang terbaik. Yang paling menarik. Yang terhebat selalu yang berada di luar dirinya.
Merasa pada diri tak ada sesuatu yang menarik untuk diteliti, digali, dikembangkan dan diberdayakan. Merasa diri tak berdaya. Merasa tidak ada sesuatu apa pun pada diri sendiri. Inilah awal keterpurukan. Inilah awal hilangnya keyakinan. Inilah awal ketidakberdayaan. Sindrom inferior complex sudah menjangkit.
Orientasi dan cita-cita hidupnya menjadi ingin seperti orang lain. Karir dan kekayaannya ingin seperti orang lain. Kekuasaannya ingin seperti orang lain. Jalan hidupnya ingin seperti orang lain. Mengejar apa yang ada di tangan orang lain. Hidup menjadi penuh kepalsuan dan kamuflase. Hidup hanya untuk mengejar-ngejar hingga kelelahan karena membangun sesuatu yang tidak ada pondasi pada dirinya sendiri.
Hidup tak pernah terpuaskan. Hidup selalu merasa kekurangan. Hidup selalu diliputi kekecewaan. Mengukur diri dengan ukuran orang lain. Menimbang diri dengan timbangan orang lain. Itulah penyebab terjadinya hasad, dengki dan iri. Itulah penyebab tak pernah hadir kebahagiaan dan ketentraman.
Setiap manusia memang berbeda-beda. Seperti bunga yang beraneka warna. Seperti tumbuhan dan tanah yang beraneka jenis. Seperti jagat raya yang beraneka galaksi dan planet. Setiap perbedaan menentukan peran yang khas dalam kehidupan. Apakah setiap peran menentukan kemuliaan? Setiap peran saling berkaitan, tak ada yang lebih tinggi dan sangat rendah.
Bila menjadi sampah, jadilah pupuk yang menyuburkan. Bila menjadi cacing, jadilah yang menggemburkan tanah. Membuat lubang-lubang agar tanah dipenuhi nitrogen. Bila menjadi belatung, jadilah pengurai bangkai dan kotoran. Bila menjadi kumbang, jadilah penyerbuk bunga agar berbuah. Bila menjadi asam, jadilah yang menyegarkan. Bila menjadi pahit, jadilah yang mengobati.
Tidak ada kasta Sudra. Tidak ada perbudakan. Yang ada hanya kesetaraan peran dan tugas kehidupan. Jadi pahamkah diri. Pahami potensi diri. Pahami kekuatan diri. Dalam kelemahan ada kekuatan. Menelisik yang ada, yang penting peran apa yang ingin dimainkan dalam kehidupan ini?