Tujuan Fenomena majelis Maiyah ini hadir adalah sebagai respon terhadap merosotnya semangat masyarakat atas banyaknya konflik dan kegelisahan dalam hidupnya. Majelis Maiyah sangat menarik untuk dikaji sebab hadir dalam bentuk forum diskusi atau metode interaksi dua arah dengan Emha Ainun Najib atau Mbah Nun sebagai narasumber utama dalam pengolahan ilmu pengetahuan dengan cara memberikan jawaban kepada masyarakat yang bertanya. Walaupun demikian, forum ini juga terbuka untuk orang lain sebagai informan untuk memformulasikan kelengkapan pengetahuan.
Emha Ainun Najib merupakan tokoh yang memediasi para jamaah dalam memaknai nilai-nilai kebajikan yang sedang didiskusikan dalam pengajian Mocopat Syafaat ini. Terdapat nilai-nilai kebajikan yang disampaikan kepada para anggotanya. Anggota yang menerima nilai-nilai kebajikan yang disampaikan kemudian menginternalisasi nilai-nilai tersebut dan menjadikannya sebagai salah satu metode untuk mengisi dan menerapi keterasingan jiwa pada dirinya, sehingga para jamaah menjadi semakin jernih dan tangguh dalam menjalani kehidupan dirinya dan lingkungan sosialnya
B. METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian pada sebuah kelompok sosial budaya yaitu Majelis Maiyah yang berlokasi di TK Islam Terpadu Alhamdulillah, dan Rumah Maiyah di Desa Taman Tirto, Kecamatan Kasihan, Bantul, D.I. Yogyakarta.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan data secara mendalam. Data yang dikumpulkan data yang berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya. Menurut Sugiyono (2005), penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena social dari sudut pandang partisipan. Dengan demikian arti atau pengertian penelitian kualitatif tersebut adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrument kunci (Sugiyono, 2005).
3. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer merupakan dokumen material, material mentah dari pelaku, atau first hand information, yang mencakup segala informasi dari hasil wawancara, dan observasi.
b. Data Sekunder
Data sekunder meliputi data yang berasal dari dokumen berupa referensi maupun literatur sejenis yang berkaitan dengan Majelis Maiyah, seperti buku, jurnal, dan lain-lain.
4. Metode Pengumpulan Data
a. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara (interviewer) untuk memperoleh data informasi dari terwawancara (interviewe). Dalam hal ini, wawancara merupakan kegiatan komunikasi dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan untuk memperoleh informasi yang diperlukan. Dalam penelitian ini, penulis mendapatkan informasi dengan mewawancarai beberapa narasumber, di antaranya sebagai berikut:
1) Sabrang Mowo Damar Panuluh
2) Jamaah Majelis Maiyah
3) Masyarakat sekitar lokasi tempat diadakannya Majelis Maiyah termasuk para pedagang yang berjualan
b. Kuesioner
Metode pengumpulan data pada penelitian ini juga menggunakan metode kuesioner. Menurut Sugiyono (2017:142), kuesioner merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan secara tertulis kepada responden untuk dijawab. Tipe pertanyaan dalam kuesioner dibagi menjadi dua, yaitu terbuka dan tertutup. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kuesioner terbuka, yaitu memberikan pertanyaan terbuka kepada responden untuk menguraikan jawabannya mengenai informasi yang diperlukan. Penulis membagikan kuesioner kepada para Jemaah Majelis Maiyah sebagai responden dengan sejumlah pertanyaan terkait.
c. Observasi
Dalam metode observasi, penulis melakukan pengamatan secara langsung dengan mengikuti kajian Majelis Maiyah, di Desa Taman Tirto.
d. Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dalam penelitian untuk memperoleh data-data yang bentuknya catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, dokumen, peraturan, agenda, dan lain sebagainya (Suharsimi, 1993: 33) Dalam hal ini, penulis memperoleh data-data dalam bentuk catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, atau audiovisual yang berasal dari internet/Youtube yang berkaitan dengan dokumentasi Majelis Maiyah.
E. HASIL PENELITIAN
Dengan melakukan beberapa metode penelitian seperti wawancara, kuesioner, dokumentasi, dan observasi, penulis mendapatkan beberapa informasi yang didapatkan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Sejarah Maiyah
Ma’iyah (dalam bahasa arab معية yang berarti bersama) merupakan sebuah kegiatan keilmuwan atau biasa dikenal dengan ngaji intelektual dengan mengangkat tema kajian Islam dan kemanusiaan. Tak hanya itu, Majelis Maiyahan juga mengkaji beerbagai disiplin ilmu lainnya. Majelis ini sendiri dipelopori oleh Mbah Nun atau yang biasa dikenal dengan panggilan Cak Nun atau Emha Ainun Nadjib.
Awalnya majelis ini terbentuk karena Cak Nun bersama rekan-rekannya, grup musik Kiai Kanjeng melakukan kegiatan bersama masyarakat dengan tujuan untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang nilai-nilai, pola komunikasi, budaya, cara berpikir hingga mencarikan berbagai solusi dari masalah yang timbul didalam masyarakat.
Kiai Kanjeng merupakan grup musik gamelan yang beranggotakan Novi Budianto, Joko Kamto, Dhoni Islamianto, dan personil lainnya. Kiai Kanjeng sudah dikenal khalayak umum sebagai eksplorator yang tidak membatasi pada aliran atau jenis music tertentu saja. Tetapi komposisi alat musik Kiai Kanjeng memungkinkan mengeksplorasi musik Jawa, Melayu, Sunda, Dayak, Cina, dan Barat sekali pun.
Penjelasan pokok dalam forum Majelis Maiyah sering kali diperjelas Mbah Nun bersama Kiai Kanjeng melalui alunan musiknya. Instrumen musik Kiai Kanjeng yang terdiri dari gamelan dan alat musik modern lainnya, menjadi pelengkap dan pelumas dengan cara menampilkan lagu, wirid, dan shalawat, atau bahkan gubahan puisi-puisi Mbah Nun dengan alunan nada yang indah. Lambat laun kegiatan Cak Nun bersama Kiai Kanjeng mulai menarik perhatian hingga dikenal masyarakat luas, kemudian akhirnya semakin menyebar luas dan berkembang di berbagai lapisan masyarakat. Barulah seiring dengan berjalannya waktu dan semakin berkembangnya kegiatan majelis ini, pada tahun 2001 majelis ini disahkan dengan nama Majelis Maiyah yang memiliki arti kebersamaan.
Selain itu, dalam Majelis Maiyah juga diadakan kajian Al-Quran dengan metode kontekstual, yakni mengkaji ayat Al-Quran yang kemudian dihubungkan dengan realitas kehidupan atau topik permasalahan yang sedang dibahas dalam forum. Jemaah Maiyah sangatlah heterogen, sebagaian besar awam terhadap ilmu-ilmu keagamaan, oleh karenanya kajian Al-Qur’an diarahkan kepada tadabbur karena dinilai sesuai dengan kebutuhan. Jamaah tidaklah membutuhkan kajian ilmiah akan tetapi kajian imaniah amaliah. Jamaah tidaklah memerlukan pemahaman Al-Qur’an secara melebar ataupun mendalam akan tetapi cukup memahami makna ayat secara umum kemudian melakukan perenungan, penghayatan lalu mengamalkannya dalam kehidupan nyata. Oleh karena pilihan ayat-ayatnya pun disesuaikan dengan kebutuhan untuk pembangunan jiwa dan kehidupan. (Ahmad Fuad Effendi Muhammad Ainun Nadjib, 2021).
Biasanya majelis maiyah digelar setiap satu bulan sekali dengan kisaran waktu selama lima sampai tujuh jam pada malam hari. Majelis Maiyahan bisanya digelar di Yogyakarta (Mocopat Syafaat), Jombang (Phadangmbulan), Semarang (Gambang Syafaat), Jakarta (Kenduri Cinta), Surabaya (Bangbang Wetan) dan berbagai tempat lainnya.
Majelis maiyah ini tidak bisa disebut sebagai aliran atau sebuah kelompok keagamaan, karena berdasarkan pengamatan, Jama’ah Maiyahan tidak semuanya beragama Islam, artinya meskipun umat muslim menjadi kaum mayoritas yang menghadiri majelis ini, namun tidak melulu para jama’ahnya adalah orang muslim. Jamaah Maiyahan juga tidak melulu orang NU, Muhammadiyah atau lainnya. Hal tersebut dikarenakan seperti disebutkan diatas, bahwa majelis ini dibentuk atas kesamaan dan kebersamaan (Maiyah = Bersama), sehingga dalam pelaksanaannya. tidak ada pengkotakan suatu kelompok, semua dianggap dan diposisilkan dalam kelas yang sama.
2. Emha Ainun Nadjib, atau Mbah Nun dalam suatu kesempatan menyampaikan perihal Majelis Maiyah merupakan sebuah forum dengan tanpa struktur guru dan murid, sebab hal demikian merupakan wacana yang tidak dapat mencapai harmoni keilmuan. Tidak seperti majelis-majelis ilmu kebanyakan yang memiliki sistem murid-guru didalamnya, melainkan dalam majelis maiyah semua orang memiliki kedudukan dan posisi yang sama, yakni sebagai murid. Meskipun demikian bukan berarti dalam Majelis Ma’iyah ini tidak ada yang menjadi pembicara atau pengisi acara, tentu saja ada, bisa saja diisi oleh Cak Nun sendiri, Kyai Kanjeng, atau bisa saja jamaah lain, namun mereka tidak memposisikan diri mereka sebagai guru, orang panutan atau bahkan kyai, mereka hanya memposisikan diri mereka sama dengan jamaah lainnya.
3. Sabrang Mowo Damar Panuluh atau Mas Noe, menjelaskan Maiyah dengan kalimat berikut, “Maiyah? Apa itu Maiyah? Ketika Engkau lupa bahwa tanganmu mampu menggoreskan luka, karena engkau hanya menggunakannya untuk menyuapkan cinta dan menghapus air mata. Itulah Maiyah. Ketika Engkau dengan tulus mencoba untuk menguatkan tepat di saat Engkau sendiri sangat butuh untuk dikuatkan. Itulah Maiyah. Ketika Engkau tak mampu meratapi penderitaanmu karena tak sampai hati menatap penderitaan orang lain. Itulah Maiyah.”
4. Beberapa infomasi dari para jamaah antara lain sebagai berikut:
a) Jamaah Maiyah
– Para jamaah datang ke Majelis Maiyah dengan niat dari diri sendiri dalam rangka untuk menambah ilmu pengetahuan.
– Para jamaah dapat meluapkan kegelisahan atau pandangan, sehingga dengan Sinau bareng yang di gunakan dalam acara maiyah dapat menjadikan para jamaah untuk saling berbagi pengetahuan.
– Forum diskusi dalam Majelis Maiyah bisa menjawab keresahan-keresahan tengah dirasakan para jamaah.
– Para jemaah merasakan peningkatan spiritual dalam proses menyatukan diri dengan Yang Ilahi atau apa yang disebut dengan Maiyatullah.
– Majelis Maiyah sebagai forum yang terbuka kepada siapapun untuk dapat mengikuti Majelis Maiyah, membuat para jemaah dapat bertemu siapa saja dari berbagai kalangan masyarakat, berkenalan serta membangun relasi.
b) Penyandang disabilitas
– Ajarah Majelis Maiyah untuk tidak memandang rendah orang lain membuat para jemaahnya sadar akan pentingnya saling membantu kepada siapa saja salah satunya kepada disabilitas.
– Penyandang disabilitas sangat dihormati dan dibantu, sehingga penyandang disabilitas merasakan kenyamanan dan keharmonisan dalam mengikuti Majelis Maiyah
c) Para pedagang
– Majelis Maiyah yang sangat terbuka untuk siapa saja mulai dari masyarakat setempat, mahasiswa, orang tua, anak muda bahkan para pedagang juga ikut andil dalam pelaksanaannya dengan menawarkan berbagai macam dagangan sebagai pelengkap acara maiyah seperti alas tempat duduk, minuman serta makanan.
– Majelis Maiyah menjadi tempat para pedagang meraih pundi-pundi penghasilan tambahan sekligus menjadi sarana dalam menuntut ilmu pengetahuan.