Elang, ya, si mata tajam bak sebuah pisau. Mungkin kita semua sudah pernah melihatnya. Atau paling tidak mengetahui sosoknya. Baik melalui gambar-gambar ataupun sebuah video.
Kita semua tahu, si burung satu ini kemana-mana selalu terbang sendirian. Saya pribadi cuma sekali melihat burung elang terbang bertiga. Itupun mungkin mereka berkeluarga. Makanya bertiga. Tetapi secara umum, mereka terbang sendirian. Mencari makan sendirian, melindungi anaknya sendirian. Kesehariannya dilalui dengan sendirian. Sedih banget yak. Kayak saya yang selalu sendiri alias jomblo. Hehehe
Dibalik semua itu, ada makna atau filosofi yang dapat kita ambil. Ya, lagi lagi Tuhan punya cara agar kita memanfaatkan akal kita untuk berfikir dan memujinya. Tuhan selalu ingin hambanya berfikir positif dan bersyukur. Salah satunya bersyukur diberikan akal untuk berfikir.
Kembali ke tema kita, filosofi elang terbang sendirian. Banyak orang yang tak mampu mendefinisikan keseharian burung elang. Nah, kalau begitu saya yang akan mendefinisikannya. Tapi definisi yang saya maksud disini bukan arti secara ilmiah yah. Melainkan secara filosofis dan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
Dulu waktu masih kecil, kurang lebih kelas 2 SD. Saya melihat secara langsung burung elang memangsa seekor ayam. Saya cuma bisa menafsirkan itu sebagai kejadian yang biasa. Tidak ada berfikir lebih yang saya lakukan. Ya saya anggap saja itu sebagai kejadian biasa. Dalam hati saya “Mungkin si elang lapar”. Tapi sebelumnya, saya emosi juga liat burung elang tersebut, bagaimana tidak, ayam yang dimangsa nya adalah ayam peliharaan orang tua saya.
Sekarang, umur sudah kepala dua, saya mulai suka mendefinisikan sesuatu secara filosofis. Ya mungkin ini yang dinamakan proses yah. Dulu kita cuma “iya iya aja”, sekarang “Sepertinya ini adalah”.
Burung elang, terbang sendirian mungkin memang itu tabiat dia. Tapi jika kita tarik kembali, kesehariannya memberikan pelajaran yang berharga.
Pertama, sendirian bukan berarti pengecut dan lemah.
Lihat burung elang, dia sendirian, namun menjadi sosok yang ditakuti atau disegani oleh makhluk lain. Matanya yang tajam, terbangnya yang cepat, cengkramannya yang kuat, paruhnya yang mematikan, membuat burung satu ini menjadi binatang paling mematikan didunia. Begitu juga dengan kehidupan kita. Sendiri bukan berarti lemah, lihat najwa shihab. Selalu sendirian, tapi semua orang segan padanya. Bukan tak sikit banyak pejabat yang takut diwawancarainya dan memilih tak hadir saat acara berlangsung. Ingatlah, elang sendiri, namun ditakuti. Sedangkan burung pipit, terbang bergerombol namun tak memiliki marwah.
Banyak juga terjadi di kehidupan kita, semisalnya oknum-oknum Geng Motor, OKP dsb. Merasa hebat saat bergerombol. Namun ciut saat sendiri.
Kedua, elang terbang sendiri namun dicintai, burung pipit terbang bergerombol namun dibenci.
Lihatlah para petani, mereka senang dengan kehadiran burung elang. Dengan hadirnya burung elang di areal pertanian mereka, diharapkan si elang akan membasmi hama-hama tikus sawah. Tidakpun semua tikus dimatikan si elang, paling tidak hama-hama tikus itu akan bersembunyi atau pergi dari areal persawahan itu.
Berbanding terbalik dengan burung pipit, kehadirannya dibenci dan dihardik oleh petani. Setiap kali mereka datang, maka bersedih dan emosi para petani. Mereka hadir hanya untuk mencuri, merusak, dan merugikan hasil tanam petani. Bahkan tak jarang petani membuat boneka sawah untuk menakuti burung pipit dan memasang jebakan jaring untuk menangkap dan membunuh si burung pipit.
Begitu pun dikehidupan, liat najwa shihab, sendiri dan berani. Namanya di eluh-eluhkan masyarakat. Banyak, bahkan saya rasa hampir separuh penduduk indonesia mencintainya. Dan mengaharapkan kehadirannya untuk menyuarakan suara-suara rakyat yang termarjinalkan.
Berbeda dengan oknum-oknum OKP yang setiap kali datang, pasti membuat orang lain marah, emosi dan menyumpah. Berdasarkan pengalaman saya, banyak orang yang ketika didatangi oknum-oknum okp selalu berfikir tidak enak “Pasti mau Minta uang keamanan ini” atau “Pasti mau minta uang untuk pelantikan orang ini”. Ya begitulah setidaknya, kehadirannya amat-amat dibenci. Kehadirannya hanya membuat resah dan pastinya tidak pernah diharapkan oleh masyarakat.
Kita sudah dipenghujung cerita. Saya mau beri 1 pandangan. “Jangan pernah sepele melihat orang yang berjalan sendirian, bisa saja dikantungnya terselip pistol yang beracun. Jangan pernah takut dengan gerombolan-gerombolan, biasanya mereka bergerombol karena rasa ketidakpercayahan diri yang kuat”
Ya mungkin itu saja, ga bisa panjang-panjang yak. Karena saya masih banyak tugas kuliah yang harus diselesaikan. Oiya, kenalin dulu, saya Hamas Maulana, mahasiswa semester 5 F.Hukum Univ. Sumatera Utara. Hehehe. Ig saya @Hamas.Maulana1 di follow yak. Nanti di folback. Hmm
Oiya, belum ditutup.
Intinya, kembali ke kita masing-masing. Ingin menjadi elang atau menjadi burung pipit? Kalau saya lebih milih menjadi pendamping kamu, kamu, iya kamu. Siapa lagi coba? Hehe