Oleh: Nasrulloh Baksolahar
Bagi para pembelajar, kitab Talim Mutaalim sebuah buku wajib dalam membimbing bagaimana berinteraksi dengan ilmu. Berilmu pun ada adabnya. Membaca pun ada adabnya. Mendengarkan, menulis dan duduk dihadapan guru pun ada adabnya agar ilmu bersemayam di jiwa.
Mengapa ilmu tidak menghujam? Mengap ilmu tidak tercurah ke dalam hati? Mengapa ilmu itu tak bermanfaat? Tak bisa merevolusi diri? Tak memberikan arti kepada bagi kehidupan? Tak menaikkan derajat kemanusiaan? Justru berakhir pada pengrusakan alam? Hanya berakhir pada penciptaan sarana dan prasarana dunia saja?
Ilmu tanpa adab bisa jadi hanya menjadi pengetahuan, wawasan dan informasi belaka. Ilmu tanpa adab bisa jadi hanya untuk merengkuh dunia, harta dan jabatan. Ilmu tanpa adab bisa jadi menjerumuskan manusia dalam kubangan kegelapan. Bertitel tinggi tidak kebahagiaan? Luas pengetahuan tapi bodoh menghadapi pernak-pernik kehidupan? Mengapa berpendidikan tinggi tapi bunuh diri?
Ilmu hanya milik yang ber-IQ tinggi? Ilmu hanya dalam genggaman mereka yang pintar sejak lahir? Adakah rekayasa manusia untuk menggenggam ilmu dan teknologi? Adakah kebiasaan yang dibentuk untuk meraih derajat Ilmu? Beriman sebelum berilmu. Mengelola akhlak sebelum berilmu. Itulah rumusan orang tua dulu.
Dalam kitab Talim Mutaalim kita diajarkan manajemen diri dalam menghujamkan ilmu ke dalam hati dan akal. Yang menguatkan daya ingat adalah menyedikitkan makanan dan minuman. Perhatikan perjalanan para ulama salaf dalam mengarungi samudera ilmu? Adakah yang perutnya kekenyangan? Dari kekenyangan, darah dan oksigen terfokus di perut. Kapan ke otaknya?
Konsisten shalat tahajud. Perbanyak sujud. Agar aliran darah dan oksigen tersalurkan sempurna menuju otak. Banyak orang yang mengkonsumsi nutrisi untuk kecerdasan otak, bila tak bisa disalurkan ke otak percuma saja. Bila tak tahu cara mendistribusikan ke otak apa gunanya? Di kitab Talim Mutaalim kita diajarkan hal ini.
Membaca Al-Qur’an dengan mata menuju mushaf. Kejelian mata dalam menangkap inti ilmu. Kejelian pendengaran dalam menangkap ilmu. Apa gunanya membaca dan mendengarkan Ilmu, bila tak paham intinya? Semua menjadi hambar tak tahu intinya. Dalam sejumlah kesempatan BJ Habibie mempraktekkan ketiga hal ini. Berpuasa, perbanyak shalat dan membaca Al-Qur’an itulah inti rekayasa BJ Habibie meraih kejeniusan.