Anaximandros atau kalangan postmodern memanggilnya dengan sebutan Anaximander ialah seorang filsuf kedua setelah Thales yang hidup sebelum pra-Socrates marak mempengaruhi intelektual bangsa Yunani kuno. Lahir pada abad 546 SM, berasal dari kota yang sama dengan Thales di Miletus, kota bagian di belahan Yunani yang terkenal dengan kemakmuran dalam sistem perdagangan, sekaligus murid pertama Thales yang hidup sezaman dengannya. Namun terdapat beberapa asumsi menjelaskan bahwa anaximander memiliki korelasi keluarga dengan Thales yaitu Anaximander ialah keponakan dari Thales.
Pada kala itu Anaximander dijuluki sebagai seorang yang ahli dalam bidang kosmologis. Julukan tersebut berawal dari ia selalu menemani gurunya dalam melakukan pengamatan terhadap alam, dimana fenomena alam selalu disangkut pautkan dengan bentuk kekuatan dewa. Paradigma tersebut tidak bisa diterima secara mutlak oleh kedua filsuf itu. Lambat laun Anaximander dan gurunya Thales melakukan telaah yang lebih transenden serta rasionalistik terhadap asal muasal terbentuknya alam semesta.
Thales memiliki asumsi bahwasanya hakekat dari segala sesuatu berasal dari satu zat yaitu air. Anaximander pun setuju dengan pendapat gurunya yang mengatakan segala sesuatu berasal dari air. Namun Ia mempunyai kontradiksi terhadap gurunya, ia menjelaskan terkait tasalsul alam semesta bahwasanya segala bentuk substansi berawal dari zat yang satu, namun itu bukanlah air, melainkan aperion (zat tidak terbatas dalam pembentukan alam semesta). Terbukti dalam pengkajiannya secara universal dimana terdapat panas disitu ada kelembapam, dimana terdapat kekeringan disitu ada musim hujan yang melanda kota miletus pada zaman itu.
Dalam Agama aperion sendiri di emanasikan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Namun dalam pemikiran Anaximander aperion sendiri masih dianggap tidak jelas oleh beberapa kalangan filsuf karna tidak terbatas yang dimaksud ini sebenarnya substansinya apa?. Beberapa epistemologi karangan Anaximander yang diteliti oleh para pakar arkeologi dijelaskan aperion (yang tidak terbatas) ini bersifat supernatural, ilahi, abadi, tidak akan di hilangkan oleh masa apapun, tidak berubah baik masa ataupun bentuk, serta meliputi segala sesuatu yang berada di alam semesta.
Aperion juga tidak mampu dikaji menggunakan panca indra, namun mampu dikaji menggunakan akal dan intuisi. Konsepsi Anaximander menjelaskan dari aperion hadirlah beberapa unsur seperti api, tanah, air, dan udara. Semua unsur melakukan kondensasi (pemadatan), beberapa juga menjadi cair (rarefaksi), terjadinya keseimbangan antar satu sama lain, sehingga terbentuklah segala substansi-substansi alam semesta.
Bukan itu saja Anaximander juga menjelaskan beberapa pemikirannya yang didapatkan dari analitika bersama dengan Thales, salah satunya berkaitan dengan evolousi manusia. Ia menganalogikan bahwa manusia layaknya seperti sebuah ikan di laut. Maknanya manusia semenjak lahir tidak mampu untuk hidup sendiri, ia selalu membutuhkan manusia lain dalam proses evolusinya. Layaknya ikan hiu yang melinduni anak-anaknya di dalam perut sampai mereka bisa bertahan hidup dan mencari kehidupannya sendiri. Disamping itu, pemikiran Anaximander yang lain, ia mengatakan bahwa bentuk dari bumi ini seperti silinder yang lonjong, lalu tata surya berputar selalu melewati poros yang sama setiap harinya. Pemikirannya tersebut didasari pada tindakan Anaximander yang sering meraungi samudra untuk mencari kebenaran dunia. Dari itu, selain terkenal dengan teori kosmologis dan evolusi, ia juga dikenal sebagai pembuat peta pertama pada peradaban Yunani yang digunakan untuk menemukan sebuah tempat pada era modern seperti sekarang ini.
Konsepsi-konsepsi Anaximander tersebut, membuat ia berhasil meneruskan pemikiran dan jejak dari gurunya Thales untuk terus mengajarkan apa yang dilakukannya bersama gurunya semenjak gurunya masih hidup. Terbukti dengan ia melanjutkan perjalanan Thales sebagai kepala sekolah di akademia Miletus. Prasasti atau peninggalan dari seorang filsuf dari Miletus Anaxamander tidak banyak diketahui oleh banyak kalangan, namun beberapa karyanya di emanasikan dalam buku Bertrand Russel berjudul Sejarah Filsafat Barat dari era clasic sampai dengan peradaban filsafat postmodern.