Oleh: Angga Pratama
Gosip diartikan sebagai obrolan tentang orang-orang lain, cerita negatif tentang seseorang, pergunjingan. Sehingga bergosip sendiri merupakan tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk membicarakan seseorang yang cenderung berkaitan pada hal-hal negatif/perasaan negatif. Biasanya gosip dapat menjadi salah satu sumber informasi yang dapat digunakan oleh seseorang untuk melakukan proses justfikasi, Namun gosip sendiri tidak sepenuhnya berdasarkan informasi yang bersifat faktual dan akurat. Sehingga gosip dapat kita generalisasi sebagai obrolan asumsi-asumsi negatif tentang seseorang.
Asumsi negatif ini dapat muncul akibat dari ketidaksenangan seseorang, hubungan sosial dalam masyarakat, motif ekonomi, dan hubungan personal yang kurang baik. Upaya untuk menyebarkan dan memberikan sebuah pandangan yang buruk merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap orang. Ini termasuk dalam cara berekspresi dan bentuk kontribusi sosial yang keliru dalam masyarakat. Manusia memiliki kebebasan yang bersifat mutlak dan merupakan hak yang sudah ada sejak lahir ke dunia.
Masyarakat membentuk kesatuan sosial pada tempat tertentu memiliki budaya dan nilai-nilai sosial yang wajib untuk diikuti oleh setiap anggotanya. Sehingga kumpulan budaya dan nilai sosial tersebut membentuk norma-norma masyarakat yang berlandaskan pada etika dan moral sebagai manusia. Nilai-nilai tersebut dapat berupa peraturan tertulis atau berbentuk kebiasaan yang melekat di suatu masyarakat.
Dalam filsafat moral, kata “etika” memiliki arti: etika dengan artian nilai-nilai moral, etika dalam arti peraturan atau norma moral, dan etika sebagai filsafat dan keilmuan (Johanis Ohoitimur, 2018). Nilai tersebut dibentuk berdasarkan kesepakatan masyarakat yang kemudian menciptakan kehidupan yang saling berintegrasi agar menjaga nilai-nilai tersebut tetap diterapkan dengan baik. Rantai integrasi sosial tersebut berupaya untuk menciptakan keserasian di masyarakat, namun upaya yang dilakukan tidak mungkin terhindari dari masalah-masalah sosial yang sering timbul dari upaya integrasi tersebut.
Lembaga masyarakat memiliki peran penting untuk melaksanakan dan mengawasi perkembangan integrasi sosial tersebut hingga sampai pada tahapan kehidupan yang aman dan nyaman. Namun, lembaga sosial tidak dapat secara efektif mengatasi masalah sosial yang bersifat tak kasatmata. Gosip akan selalu ada di dalam masyarakat hingga akhirnya gosip tersebut menjadi akar masalah dan memicu perpecahan dalam kelompok masyarakat. Bergosip sendiri adalah tindakan keliru yang tidak sesuai dengan nilai moral yang menyangkut manusia sebagai manusia sehingga membuat kualitas manusia tidak utuh.
Cara pandang moral selalu merujuk pada nilai tertentu hingga manusia tersebut dapat menjadi manusia yang baik. Sebagai filsafat, etika mempelajari moralitas. Seseorang yang menyebarkan gosip tidak memperhatikan etika normatif yang sudah menjadi standar kehidupan, perkembangan gosip dan asumsi negatif yang belum memiliki landasan kuat menciptakan disintegrasi dan memicu perpecahan secara emosional, proses tersebut membutuhkan dorongan-dorongan destruktif hingga individu dapat bertindak secara konkret untuk melakukan klarifikasi terkait gosip yang beredar atau melakukan serangan balik dengan menyebarkan gosip tentang seseorang yang menggosipkan dia. Sifat egois manusia membuat kejernihan berpikir dan juga etika seseorang lemah atau bahkan berkurang. Hal ini dapat diukur dengan memperhatikan sikap seseorang ketika berbicara dan juga respon yang diberikan ketika berada dalam kegiatan sosial di kelompoknya. Pemicu ini dapat menyebabkan masalah yang panjang dan semakin kompleks, tidak jarang kita mendengar ada perkelahian yang diakibatkan oleh gosip. Permasalah tersebut dapat mempengaruhi hirarki etika yang sudah tersusun dengan baik secara sistematis. Hirarki etika ini terdiri dari empat bagian yang dilihat dari skala mikro hingga makro, yaitu: moralitas pribadi, etika profesi, etika organisasi, dan etika sosial. Apabila kita analisis lebih lanjut masalah gosip dan tindakan bergosip dimulai pada titik mikro yaitu moralitas pribadi. Pemahaman tentang moralitas sangat penting dan harus ditanamkan sejak dini oleh orang tua, hal ini dapat mempengaruhi perkembangan seseorang dan rasio-rasio psikologis individu.
Gosip bertolak dari rasa ketidakpuasan secara fisik atau mental hingga membuat disintegrasi sosial. Seseorang yang bergosip berupaya untuk memberikan gambaran negatif terhadap seseorang yang digosipkan, pelaku gosip tersebut memiliki rasa ketidakpuasan psikologis pada suatu pencapaian dan juga kehidupan seseorang yang terlihat bahagia. Pelaku gosip tersebut akan menyadari tindakan yang dilakukannya sebagai bentuk penyelamatan diri dari masalah ketidakpuasan yang dia rasakan, hingga memberikan kepuasan tersendiri karena melihat orang yang digosipkan tersebut mendapat masalah akibat dari gosip yang tersebar dalam kelompok masyarakat. Tindakan ini dapat mengancam keamanan, kenyamanan dan terhambatnya perkembangan seseorang untuk menjadi manusia yang seutuhnya.
Moralitas memandang gosip sebagai tindakan yang keliru dan menyalahi etika normatif. Penekanan dan sanksi sosial diperlukan untuk membuat pelaku gosip berubah menjadi manusia yang lebih baik. Keterbatasan lembaga sosial sebagai pihak yang mengawasi kehidupan masyarakat menciptakan gosip dapat terjadi kapanpun dan dimanapun. Peraturan yang mengikat para pelaku gosip untuk tidak melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral tersebut belum maksimal. Lembaga sosial sering kali mengatasi kasus-kasus yang sudah menyebar luas dan menimbulkan konflik secara fisik sehingga kasus-kasus yang menimbulkan masalah dan konflik verbal belum dapat diatasi. Bergosip masih menjadi masalah klasik dan dianggap remeh oleh sebagian orang, ketika tumbuh dewasa seseorang dapat mempelajari lebih lanjut permasalahan etika dan moral untuk terhindari dari perilaku bergosip. Manusia tidak akan bisa menjadi manusia yang manusiawi ketika masih berupaya untuk melakukan disintegrasi sosial. Bergosip bukan perilaku yang terpuji dan keliru, kehidupan dapat memberikan kebahagiaan yang berbeda-beda pada setiap orangnya. Rasa ikhlas dan menerima diri akan kenyataan yang dihadapi perlu agar tidak menimbulkan permasalah yang membawa manusia menjadi sosok yang amoral.
Daftar Pustaka :
Bertens, K, Johanis Ohoitimur, Mikhael Dua. 2018. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius