>>>
Filsafat Metafisika : Apakah Tuhan Hanya Sekedar Persepsi, Gagasan atau Penggerak Mutlak Dalam Kehidupan

Filsafat metafisika atau lebih dikenal oleh masyarakat Yunani dengan filsafat eksistensial absurb ialah suatu cabang yang mengkaji persoalan tentang keberadaan sesuatu yang ada di balik kemunculan esensi segala sesuatu. Hal tersebut selaras dengan pembahasan mengenai apakah Tuhan hanya sekedar persepsi, proyeksi atau penggerak dari segala bentuk esksistensi manusia. Tuhan “Sang Maha Pencipta” merupakan realitas abstrak yang sulit untuk ditemukan, dijelaskan, maupun dilogikan oleh nalar biasa manusia. Ia hanya mampu dikaji oleh intuisi dan akal yang suci. Anaximander dalam beberapa tulisannya yang memperkenalkan sekaligus menyebut “Tuhan” versinya dengan sebutan arche. Ini adalah suatu substansi primer yang bermakna “tidak terbatas” yang tidak mampu dikonseptualisasikan, bersifat immortalitas, mengelilingi dan menjadi tasalsul terciptanya alam semesta

Paradigma Aristoteles menyebutnya sebagai aperion “Tuhan” dalam ilmu fisikanya “Segala sesuatu mempunyai tasalsul tersendiri saat kemunculannya”. Namun tidak dengan yang tanpa batas tidak memiliki tasalsul apapun dalam esensinya. Ia muncul atas kehendak dan keinginannya sendiri terhadap ciptaannya. Ia juga menyebut aperion sebagai fondasi alam semesta yang terus bergerak tanpa mengenal masa, ruang dan waktu. Ontologis tentang aperion sendiri lahir semenjak umat manusia tersebut berada pada alam rahim, lalu turun ke alam dunia kemudian sampai pada alam kematian pun aperion akan selalu hadir dalam realitas hidup manusia. Namun, kendati dalam filosofis yang luas, seringkali dikorelasikan dengan substansi suatu elemen atau unsur alami seperti api, udara, air, dan bumi yang menjadi hakekat munculnya segala yang ada.

Lalu mengenai epistemologi itu apakah aperion hanya sekedar persepsi, proyeksi atau penggerak dari segala kehidupan manusia?

Pada hakekatnya manusia adalah makhluk spiritual (homo religious) yang tasalsulnya diciptakan untuk mengenal, taat terhadap segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Konsepsi tersebut telah diemanasikan dalam setiap paham yang dipercaya manusia sebagai penuntun jalan untuk mengenal dan menyakini bahwa aperion ialah penuntun kehidupan untuk menempuh hidup selanjutnya pada alam kematian. Seperti paham monoteistik yang meyakini bahwasanya aperion adalah satu (esa), lalu paham Paganteisme yang menyakini bahwa aperion itu seperti manusia baik bentuk maupun sifatnya, kemudian paham Fundamentalis Antihistoris yang meyakini bahwa aperion dari zaman Nabi Ibrahim sampai Nabi-Nabi sesudahnya sama dengan aperion yang diyakini manusia pada zaman sekarang.

Aperion akan selalu Ada dalam setiap ciptaan-Nya seperti layaknya sebuah tempat, tempat tersebut akan selalu ada dalam sebuah peta dunia, namun akan terlupakan bila tempat itu telah digantikan oleh suatu tempat yang baru. Begitupula aperion bentuk mudarnya esensi manusia terhadap aperion yaitu manusia selalu melanggar aturan dan berbuat dosa dihadapan-Nya.

Hal tersebut membuat tidak ada agnostik konkret mengenai keberadaan aperion sendiri dalam kehidupan. Sehingga dari ethos manusia yang sering kali melanggar norma-norma dalam dirinya, membuat sebuah paham yang meyakini aperion hanyalah sebatas asumsi manusia saja pun muncul, bahkan paham tersebut tidak percaya bahwa aperion itu “ada” yang dikarenakan setiap aliran memiliki gagasan atau konseptual masing-masing terkait aperion yang ditampakkan melalui perbuatan. Sebut saja ateis yang merupakan paham kontemplatif antar dogma yang di anut oleh setiap manusia. Seringkali ateisme di kaitkan dengan bentuk paham yang tidak menyakini adanya aperion, namun kendatinya ateis ialah pencaharian cakrawala untuk menemukan al-haq sebenarnya dalam substansi aperion itu sendiri yang kausalitasnya bermuara pada opinion manusia.

Maka dari itu, dari paham-paham tersebut mensilogismekan bahwa aperion adalah digdaya yang menjadi asal-muasal segala sesuatu. Terlebih lagi menurut beberapa konsepsi aperion hanyalah sebatas asumsi belaka yang menciptakan segala yang ada. Namun hal itu tidak akan menurunkan esensi dari aperion itu sendiri, Dia tetaplah aperion yang Maha pencipta lagi Maha mengetahui segalanya. Dan kita hanyalah ciptaannya yang dihausi dengan kesombongan serta keangkuhan untuk menjudge bahwa manusialah pencipta dari segala sesuatu.

Sedikit Stepmen dari penulis:

Aperion tidak membutuhkan kita dalam taat kepada-Nya, tetapi kita membutuhkan aperion dalam setiap kehidupan yang kita jalani. Aperion adalah kehidupan, tak ada kehidupan bagi orang-orang yang tidak mengakui keberadaan-Nya.

Slot Iklan

Ingin mengekspresikan diri dan berpotensi mendapatkan penghasilan?
Yuk jadi penulis di rakyat filsafat. Setiap bulannya akan ada 3 orang beruntung yang akan mendapatkan Hadiah dari Rakyat Filsafat!

Ingin memiliki portal berita yang responsif, dinamis serta design bagus? atau ingin memiliki website untuk pribadi/perusahaan/organisasi dll dengan harga bersahabat dan kualitas dijamin dengan garansi? hubungi kami disini!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan

Klik Gambar Untuk Mengunjungi Warung Anak Desa

Rakyat Filsafat adalah komunitas yang bergerak dalam bidang literasi serta bercita-cita menaikkan angka literasi indonesia

Pintasan Arsip

Pasang Iklan

Tertarik Mulai Menulis di RAKYAT FILSAFAT?