Pernah mendengar Kalimat “Dunia adalah Panggung Sandiwara”? Jika pernah maka segeralah renungkan tentang hal itu. Apakah itu benar-benar nyata atau hanya kebohongan belaka? Pada dasarnya semua akan mudah terjawab jika kita mampu survive dalam kondisi apapun dan kapanpun.
Berbicara tentang kemunafikan dan kebodohan, hal ini adalah antonim daripada Idealis yang selalu diagung-agungkan oleh pemuda, apalagi kaum mahasiswa, mulutnya sampai berbusa saat menyebut-nyebut persoalan idealisme.
Dalam kehidupan penulis yang merupakan mahasiswa, sering saya membaca buku-buku tentang perjuangan. Sebut saja buku Tan Malaka, Soe Hok Gie dll. Buku yang mengajarkan kita untuk bersikap idealis namun ternyata tak pernah cocok dikehidupan dunia. Bahkan soe hok gie juga mengatakan bahwa “Kebenaran itu hanya ada di langit dan dunia hanyalah palsu, palsu.”
Bukankah Tan Malaka, Soe Hok Gie dll memilih hidup idealis? Namun kenyataannya, ia sulit diterima dan terasingkan oleh kemunafikan. Ya memang inilah kehidupan dunia, dunia panggung sandiwara. Idealisme bukan hanya bicara nilai didalamnya, melainkan banyak tentang rasa. Rasa ini tidak bisa diukur oleh apapun kecuali oleh hati kita sendiri.
Bukan saya tidak mengamini anda yang bersikap idealis, tapi saya hanya ingin mewarning, siap-siap untuk terasingkan dalam kepenatan duniawi. Segeralah melakukan observasi agar tak lelah menonton kemunafikan dan kebodohan.
Jika Tan Malaka mengatakan Idealisme merupakan kemewahan terakhir yang dimiliki oleh pemuda, dan Soe Hok Gie yang memilih terasingkan daripada harus menyerah dalam kemunafikan mengajarkan kita untuk menuntun kehidupan yang kita miliki hendak dibawa kemana.
Dunia memang benar-benar penuh sampai-sampai menjadi sesak akibat dari kemunafikan dan kebodohan, dan demi tidak ikut melestarikan kehidupan benalu ini, saya lebih memilih survive seorang diri dan menjauhi sembari mengikis praktek kemunafikan yang dipertontonkan oleh kaum-kaum bajingan. Namun perlu digarisbawahi, survive seorang diri bukan berarti membawa kita pada Anarkisme, tetaplah berkelompok dan membangun peradaban bersama-sama. Buatlah dirimu dan kelompokmu memiliki tujuan yang sama, tujuan yang menginginkan kebaikan secara merata, bukan kebaikan segelintir orang.
Tetapi, terkadang saya juga berfikir, apakah idealisme yang dibawa oleh dua tokoh diatas benar-benar layak untuk kita lakukan? apakah tidak mungkin saja idealisme yang dibawakan mereka karena tidak terlihat keburukan yang mereka lakukan? apakah karena mereka mati muda sehingga tidak terkesan banyak pembelotan dalam konsep-konsep idealisme yang mereka bawa? Sebut saja soekarno, sosok yang masa mudanya di idam-idamkan, namun ketika meraih kekuasaan, semua hampir berubah. Sehingga tak heran konsep-konsep yang dibawa soekarno banyak ditinggalkan.
Tak heran bukan jika banyak orang yang memilih jalan realisme ketimbang idealisme, sehingga dunia yang sempit ini akhirnya bertumbuh jamur-jamur kerusakan. Namun, saya merasa kenapa kaum manusia masih banyak berpegang teguh pada realisme, karena banyak dari kita yang tidak memiliki keyakinan bahwasannya setelah kehidupan ini, maka akan ada kehidupan kekal selanjutnya.