Dalam kehidupan kampus, paradoks sering terjadi di antara organisasi mahasiswa yang merasa cemas akan keberadaan organisasi budaya. Ini terasa konyol mengingat universitas seharusnya menjadi tempat inklusi dan eksplorasi budaya yang beragam. Namun, beberapa organisasi mahasiswa justru menunjukkan sikap ketakutan yang tidak masuk akal terhadap kehadiran organisasi budaya.
Para aktivis mahasiswa sering kali vokal tentang kebebasan berekspresi dan keadilan sosial, tetapi saat berurusan dengan organisasi budaya, mereka seringkali bertindak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut. Mereka mungkin merasa terancam oleh kehadiran organisasi budaya karena takut akan kehilangan dominasi atas narasi kebudayaan di kampus.
Tetapi pertanyaannya, apa yang sebenarnya mereka takuti? Apakah mereka khawatir organisasi budaya akan mengancam eksistensi organisasi mereka? Ataukah mereka merasa bahwa budaya yang berbeda akan memecah belah solidaritas di antara mahasiswa?
Sikap takut seperti itu seharusnya ditangani dengan lebih bijaksana. Alih-alih menutup pintu, mari buka ruang untuk dialog dan pemahaman antarbudaya. Organisasi budaya bukanlah ancaman, melainkan peluang untuk memperkaya pengalaman belajar di luar kelas.
Mengatasi ketakutan terhadap organisasi budaya membutuhkan langkah-langkah konkrit. Organisasi mahasiswa dapat menyelenggarakan kegiatan bersama dengan organisasi budaya, mempromosikan pertukaran budaya, atau bahkan mengadakan forum diskusi untuk memahami perspektif budaya yang berbeda.
Kampus seharusnya menjadi ruang yang aman untuk membangun hubungan antarbudaya dan merayakan keberagaman. Jadi, mari kita hentikan sikap konyol takut terhadap organisasi budaya dan buka diri untuk memperkaya pengalaman belajar di lingkungan kampus kita.